SANTRI PARAPPE BERSAMA BUPATI POLMAN DALAM ZIKIR AKBAR 1000 SANTRI

SHARE

Pembagian waktu merupakan sebuah konsep abstrak yang diciptakan oleh manusia dengan menghitung perputaran bulan dan matahari dari hitungan detik, menit, jam, sampai dengan hitungan milenium yang berdurasi 1000 tahun. Dalam tradisi berbagai agama, waktu tertentu terkait dengan berbagai perayaan dan ritual yang biasanya telah ditetapkan dalam waktu tertentu seperti pelaksanaan puasa dan hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha.

Konsep waktu dalam masyarakat industri dan jasa berguna untuk menghitung produktifitas yang dicapai. Karena itulah, waktu dikatakan sama dengan uang. Dalam perspektif manajemen, rentang waktu digunakan untuk membuat perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi serta target yang ingin dicapai.

Umat Islam memiliki kalender Hijriyah yang didasarkan pada perputaran bulan untuk menentukan pelaksanaan berbagai peribadatannya. Sementara itu, Indonesia menggunakan kalender Gregorian atau Masehi yang berakar dari tradisi Barat untuk menentukan berbagai aktifitas kegiatan pemerintahan resmi. Karena itu, di Indonesia terdapat dua kali peringatan tahun baru, yaitu 1 Muharram dan 1 Januari. Dua-duanya merupakan hari libur nasional.

Masyarakat menyikapi dua peringatan ini dengan cara yang jauh berbeda. Tahun baru Hijriyah diperingati dengan menggelar berbagai pawai keagamaan, dzikir, atau doa bersama sementara peringatan tahun baru Masehi selalu identik dengan hal-hal yang sifatnya hura-hura. Meskipun pada awalnya peringatan tahun baru 1 Januari juga terkait dengan sebuah tradisi keagamaan di Barat, tetapi kini di Indonesia dan banyak tempat lain di dunia, peringatan ini telah mengalami sekulerisasi. Bahkan, telah banyak melanggar nilai-nilai agama secara umum seperti pesta mabuk-mabukan atau indikasi meluasnya seks bebas pada malam tahun baru itu.

Fenomena dan tantangan ini sesungguhnya bukan hanya terkait dengan Muslim tetapi juga terkait dengan ajaran agama lain. Ajaran moral dan agama samawi melarang adanya perzinaan dan mabuk-mabukan atau hura-hura secara berlebihan. Inilah yang menjadi keprihatinan para ulama. KH. Abd. Latif Busyra sebagai Pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah Parappe (PPSP) misalnya, pada saat pengajian rutin alumni PPSP (29 Desember 2018) meminta agar peringatan tahun baru menjadi sarana untuk melakukan muhasabah atau introspeksi diri sekaligus dalam peringatan tahun baru masehi itu disematkan nilai-nilai nilai yang positif seperti zikir dan doa bersama.

Menjadi tugas para ulama dan pemimpin masyarakat agar perayaan tahun baru tersebut berjalan secara positif dan Indonesia sebagai masyarakat yang mayoritas Muslim tentu harus memasukkan nilai-nilai keislaman dalam peringatan tersebut.

Upaya memasukkan nilai keislaman ini bukanlah hal yang aneh dan baru dalam sejarah perkembangan Islam di Nusantara. Tradisi non-Muslim seperti mengirim sesajen diubah menjadi tahlilan. Suku Jawa menyebut sembahyang untuk menyebut aktifitas shalat. Semuanya berlangsung mulus tanpa menimbulkan gejolak dan hasilnya adalah Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia.

Secara alamiah proses islamisasi tersebut sudah mulai berjalan. Di luar hiruk-pikuk bunyi petasan dan kembang api, kini mulai tumbuh tradisi baru dengan berdzikir di berbagai masjid dan tempat-tempat strategis lainnya yang diikuti dengan pemberian wejangan atau taushiyah oleh para Alim Ulama sampai dengan tengah malam seperti yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Polewali Mandar tadi malam (31 Desember 2018) di Rumah Jabatan Bupati Polewali Mandar dengan mengundang santri untuk menggelar acara "Zikir Akbar 1000 santri". Dalam acara ini beberapa unsur Pesantren di Polewali Mandar turut hadir termasuk santri PPSP sebanyak 100 orang yang dipimpin langsung oleh Annangguru KH. Abd. Latif Busyra.

Dalam sambutan Bupati Polewali Mandar, disamping beliau menyampaikan beberapa pencapaian-pencapain dan target-target pencapaian Pemerintah Daerah Kabupaten Polewali Mandar di tahun-tahun yang akan datang juga beliau menyampaikan permohonan doa dari semua fihak khususnya santri dan Alim Ulama agar beliau diberikan ketabahan, kesabaran dan kekuatan untuk membangun dan memajukan Polewali Mandar di masa yang akan datang.

Dalam Taushiyah Annagguru Munu, beliau disamping memberikan pencerahan pentingnya menjaga Islam sebagai Rahmatan Lil’alamin beliau juga menyampaikan tentang pentingnya majelis zikir sebagai upaya membendung kegiatan-kegiatan negatif dalam perayaan tahun baru masehi dan upaya melarikan setiap persoalan hidup kepada Allah Swt.

“Ketika anda memiliki masalah atau hati gundah, maka undang Allah Swt dalam hati anda lewat zikir karena Allah Swt jauh lebih besar dari semua masalah anda,” Jelas beliau yang juga merupakan alumni PPSP tahun 1990-an.

Tradisi kegiatan seperti inilah yang harus didorong agar semakin cepat berkembang untuk mengarahkan energi masyarakat dalam memperingati tahun baru secara positif. Karena sifatnya yang berulang setiap tahun, maka setiap komponen ummat Islam bekerjasama dengan pemerintah setempat bisa berkoordinasi mengajak umat untuk meramaikan masjid, mushalla, dan tempat-tempat lainnya dengan hal-hal yang positif di tahun baru 2019 dan di tahun-tahun baru yang akan datang.

#Selamat pagi tahun baru 2019. Semoga semakin bermutu, kemanusiaan, kehambaan, ke-Indonesiaan dan persaudaraan kita.

Tim Redaksi

1 Januari 2019