MENGUAK TAREKAT IMAM LAPEO, WALI DARI MANDAR
Oleh: Dr. Muhammad Said, M.Th.I (Dosen STAIN Majene/ Dosen Ma\\

By Admin PPSP 08 Okt 2022, 09:31:17 WITA | Dibaca 483 Kali Opini
MENGUAK TAREKAT IMAM LAPEO, WALI DARI MANDAR

Di kalangan orang Mandar, Imam Lapeo adalah sebuah nama yang sudah sangat populer bahkan dikenal sebagai “to Salama”. Diperkuat lagi dengan karya peninggalannya yakni Masjid Imam Lapeo yang cukup megah, banyak dikunjungi dan disinggahi oleh masyarakat, berada tepat di poros Provinsi, Kecamatan Campalagian Kab. Polman.

Kata “tarekat” sangat akrab dengan sebuah perjalanan spiritual atau metode dalam menempuh perjalanan menuju Tuhan. Wali biasanya identik dengan sebuah tarekat dalam menempuh jenjang perjalanan spiritual (maqam) menuju Tuhan yakni syariat, tarekat, hakikat dan ma’rifat. Sekaitan dengan itu, maka penulis pada tulisan ini, akan menjelaskan tentang tarekat apa yang sesungguhnya dianut oleh sang Imam.

Dalam berbagai literatur, banyak versi tentang tarekat yang dianut oleh Imam Lapeo. Salah satu referensi yang menyebutkan hal tersebut adalah buku karangan Zuhriah yang berjudul “ Imam Lapeo Wali dari Mandar” yang merupakan cucu langsung dari Imam Lapeo, dan judul tulisan ini terinspirasi dari judul buku ini.

Dalam buku ini telah disebutkan berbagai sumber tentang tarekat yang dianut oleh Imam Lapeo, di antaranya adalah tarekat Naqsabandiyah, Khalwatiyah, Syaziliyah dan Muhammadiyah, serta ada pandangan yang mengatakan bahwa Imam Lapeo tidak menganut salah satu tarekat yang disebutkan, akan tetapi sang Imam Menganut tarekat Sirr (rahasia). Namun pandangan yang menyebutkan dan mengklaim bahwa Imam Lapeo menganut tarekat tertentu, juga telah menyampaikan argumentasi mereka masing-masing.

Menerut beberapa sumber (Zuhriah, 2020: 103) tentang Imam Lapeo yang menganut tarekat Naqsabandiyah, disampaikan oleh Arsyad bahwa keterkaitan sang Imam dengan tarekat Naqsabandiyah adalah pada saat beliau melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu di Pulau Salemo, Pangkep Sulawesi Selatan dan Padang, Sumatra Barat. Dari dua tempat ini diketahui bahwa beliau telah mengamalkan tarekat Naqsabandiyah. Selain itu, Van Bruinessen (1992), juga telah menullis bahwa Imam Lapeo pernah menjadi mursyid tarekat Naqsabandiyah di Mandar.

Sementara mengenai tarekat Khalwatiyah (Zuhriah, 2020: 103), yang juga diklaim sebagai salah satu tarekat yang dianut oleh sang Imam, Kadir menjelaskan bahwa KH. Muhammad Thair yang dikenal dengan Imam Lapeo, telah dipercaya sebagai salah seorang mursyid tarekat Khalwatiyah, walaupun keterangan ini tidak terlalu lengkap.

Syukranah salah seorang cucu Imam Lapeo (Zuhriah, 2020: 102), juga memiliki pandangan tentang kakenya itu, yakni beliau menjelaskan bahwa Imam Lapeo memang telah menganut salah satu tarekat, hanya saja beliau tidak menjadikan prioritas dalam beribadah. Hal tersebut senada dengan apa yang ungkapkan oleh Abu Bakar yang menjelaskan bahwa Imam Lapeo sesungguhnya banyak melakukan perjalanan mencari ilmu, berdiam, tafakkur dan tenang, sehingga beliau dekat dengan Allah. 

Selain tarekat Naqsabandiyah dan Khalwatiyah (Zuhriah, 2020: 104), juga disebutkan oleh beberapa sumber bahwa tarekat yang di anut oleh sang Imam adalah tarekat Syaziliah dan tarekat Muhammadiyah. Hal ini dijelaskan langsung oleh Syarifuddin Muhsin sebagai salah seorang cucu Imam Lapeo bahwa Imam Lapeo menganut tarekat Syaziliyah dan Muhammadiyah. Menurut beliau bahwa pandangan ini diperkuat oleh bentuk amalan zikir dan wirid yang dilakukan oleh Imam Lapeo di Masjid Imam Lapeo yang bersumber dari zikir dan wirid tarekat Syaziliyah.

Argumentasi yang lain yang memperkuat bahwa Imam Lapeo menganut tarekat Syaziliyah termaktub dalam karya Mukhlis Latif yang berjudul “Sakralitas Imam Lapeo” yang menjelaskan bahwa Imam Lapeo menganut tarekat Syaziliyah dengan argumentasi bahwa Imam Lapeo tidak mengajarkan tarekat Syaziliyah secara tertulis karena Imam Lapeo mengadopsi prinsip Abu Hasan al-Syazili sebagai pendiri tarekat Syaziliyah yang mengatakan bahwa “Ilmu itu di dalam hati tidak dalam bentuk tulisan”, sehingga sang Imam hanya mengajarkan doa dan wirid. (Mukhlis Latif: 110).

Pandangan yang lain (Zuhriah, 2020: 102-103), bahwa Imam Lapeo tidak menganut tarekat dari salah satu tarekat yang telah disebutkan yakni Naqsabandiyah, Khalwatiyah, Syaziliyah dan Muhammadiyah. Namun Imam Lapeo menganut tarkat sirr (rahasia), bahkan gurunya saja tidak diketahui. Menurut sumber bahwa tarekat ini hanya diwariskan kepada salah seorang anaknya yang bernama Hj. Aisyah Thahir. Pandangan ini sepertinya didukung oleh pandangan Cak Nun yang mejelaskan bahwa Imam Lapeo tidak mungkin masuk dalam tarekat, karena beliau memiliki kemampuan dalam mengolah potensi spiritual secara individu dalam menempuh perjalan menuju Allah.

Berdasarkan variatifnya pandangan tentang tarekat yang dianut oleh Imam Lapeo sebagaimana dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa sang Imam sangat kaya dengan pengetahuan tarekat dan semakin membuktikan kematangan Imam Lapeo dalam dunia tarekat. Bisa juga dipahami bahwa kayanya Imam Lapeo dalam berbagai ilmu tarekat, menyebabkan beliau melahirkan suatu tarekat secara mandiri yang disebut tarekat sirr atau sering disebut oleh masyarakat Mandar “Pakena Annangguru Imam Lapeo”.

Dengan demikian, kesimpulan dari tulisan ini bahwa Imam Lapeo telah melakukan perjalan dalam menuntut berbagai macam ilmu agama termasuk ilmu tarekat, namun berdasarkan referensi yang terekam, maka tarekat Syaziliyah merupakan tarekat yang diyakini lebih kuat yang anut oleh Imam Lapeo dengan melihat bentuk amalan zikir dan wirid yang praktekkan serta prinsip Imam Lapeo yang diadopsi dari pendiri tarekat Syaziliah yaitu Abu Hasan al-Syazili yang mengatakan bahwa “Ilmu itu di dalam hati tidak dalam bentuk tulisan”. Kemudian Imam Lapeo melahirkan tarekat secara individu yang disebut tarekat sirr atau sering disebut oleh murid-muridnya “Pekena Annangguru Imam Lapeo”. Hal ini bisa terjadi karena sang Imam memiliki kemampuan dan kapasitas keilmuan dalam mengolah potensi spiritual secara individu dalam menempuh perjalan menuju Allah, sehingga beliau mendapat gelar “to Salama” atau Wali dari Mandar. (Majene 11 Januari 2022).

 




Write a Facebook Comment

Komentar dari Facebook

View all comments

Write a comment